Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TAKALAR
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Tka MUHAMMAD MAULIALDI AGUSTINA Alias ALDI Bin AGUS DG. SIKKI KEPALA KEPOLISIAN RESORT TAKALAR Cq KEPALA SATUAN RESERSE NARKOBA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 11 Okt. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Tka
Tanggal Surat Senin, 11 Okt. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1MUHAMMAD MAULIALDI AGUSTINA Alias ALDI Bin AGUS DG. SIKKI
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESORT TAKALAR Cq KEPALA SATUAN RESERSE NARKOBA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

  1. Ahmad Afdal Hanif, S.H.
  2. Basir, S.H., CPLC.

 

Masing-masing Advokat di atas tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan berkantor di                               Advokat dan Konsultan Konsultan Hukum, Alamat : Jalan Jendral Sudirman, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Pattallasang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, email : uppabasir@gmail.com,  Telp. 082344444753, Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 01 Oktober 2021, bertindak dengan cara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas nama Klien Kami :-----------------------------------------

Nama Lengkap                                 : MUHAMMAD MAULIALDI AGUSTINA Alias
                                             ALDI Bin AGUS DG. SIKKI

Tempat Lahir                                     : Solonga

Umur/ tanggal Lahir                                    : 18 Tahun/ 16 Mei 2003

Jenis Kelamin                                  : Laki-laki

Kebangsaan/Kewarganegaraan  : Indonesia

Tempat Tinggal                                : Lingkungan Bontomatenne, KelurahaBajeng                                    Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar;

Agama                                               : Islam

Pekerjaan                                          : Pelajar/ Mahasiswa

Pendidikan                                       : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sederajat

Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------- Pemohon

Dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum (domisili hukum) di kantor kuasa Hukum tersebut di atas dan menerangkan  bahwa Pemohon bermaksud mengajuka permohonan Prapradilan melawan :

KEPALA KEPOLISIAN RESORT TAKALAR CQ KEPALA SATUAN RESERSE NARKOBA, yang beralamat di Jl. Diponegoro, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar;
selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------- Termohon

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan tersangka dan Penahanan atas dugaan telah melakukan tindak pidana penyalagunaan Narkotika Golongan 1 sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 ayat (2) atau pasal 112 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, yang terjadi pada hari jumat tanggal 20 Agustus 2021, sekitar pukul 16.52 Wita di Jl. Abd. Wahab Dg. Ngerang, Kelurahan Pattallassang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar;

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan Tersangka, Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan, dan Penahanan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, pada  dasarnya  merupakan  suatu  tindakan  perampasan  hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi Internasional (Customary Law). Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme  kontrol  terhadap  kemungkinan  tindakan  sewenang - wenang dari penyidik dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai Tersangka dalam pemeriksaan penyidikan. Disamping itu praperadilan  bermaksud sebagai pengawasan  secara horisontal terhadap hak-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah Penyidik dalam melakukan tindakan Penetapan Tersangka, Penangkapan, Penggeledahan, penyitaan, dan Penahanan agar lebih mengedepankan asas dan  prinsip kehati-hatian dalam menetapkan  seseorang menjadi Tersangka;
  2. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan  adalah  wewenang  pengadilan  negeri  untuk memeriksa dan memu tus menurut cara yang diatur dalam undang - undang ini “, tentang :

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan ataspermintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain ataskuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;
  1. Bahwa selain itu, yang menjadi obyek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 diantaranya adalah :

“  Pengadilan  negeri berwenang  untuk  memeriksa  dan  memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang -undang ini “, ten tang :

1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

2. Ganti  kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;

4. Bahwa dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat  menjangkau  fakta  perlakuan  Aparatur  Penegak  Hukum  yang nyata-nyata   merupakan  pelanggaran hak asasi manusia seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu, perkembangan yang demikian perlu diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan,   sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh Aparat Penegak Hukum Dalam kaitan perubahan dan   perkembangan   hukum   dalam   masyarakat   yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm. Satjipto Rahardjo disebut “ terobosan hukum “ (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif)  dan  menurut  Mochtar  Kusumaatmadja  merupakan  hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai -nilai keadilan yang hidup  dan berkembang  dalam  masyarakat.  Terobosan  hukum  dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Inonesia. Dengan  demikian hukum bukan  hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;

II.  ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. emohon T idak Pernah Diperiksa Sebagai T ersangka----------------------------
    1. Bahwa pemohon tidak pernah  dipanggil  oleh Termohon  untuk dimintai keterangan atau sebagai saksi karena diduga telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I jenis shabu sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 ayat (2) atau pasal 112 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana;
    2. Bahwa pemohon tidak pernah menerima surat apapun disaat sebelum pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon;
    3. Bahwa pemohon  tidak pernah  ditangkap pada saat transaksi dan atau pemohon tidak pernah ditangkap pada saat menggunakan narkotika golongan I jenis shabu;
    4. Bahwa termohon mengeluarkan surat perintah penangkapan dengan nomor : SP.Kap/79/IX/2021/Res Narkoba, tanggal 02 September 2021, bertentangan dengan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, dan di dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) KUHAP, dan di dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) KUHAP;
    5. Bahwa Termohon mengeluarkan surat sebagaimana pada angka 4  tersebut diatas sangat penyimpang dari Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, karena pemohon pada tanggal 2 September 2021 sekitar pukul 01.00 dini hari sedang dalam keadaan istirahat dirumah kediaman orangtuanya di lingkungan Bajeng, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar kemudian ditelpon oleh salah seorang yang diduga adalah Anggota POLRI dari Res Narkoba kabupaten Takalar dan ternyata Pemohon langsung ditangkap tanpa memperlihatkan surat perintah penangkapan dan surat perintah tugas sebagaimana yang diatur dalam ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku dan beberapa hari kemudian barulah Pemohon ditahan dan dilakukan penahanan berdasarkan :
  • Surat perintah penangkapan dengan nomor : SP.Kap/79/IX/2021/Res Narkoba, tertanggal 02 September 2021;
  • Surat perintah penahahan dengan nomor : SP.Han/77/IX/2021/Res Narkoba, tertanggal 08 September 2021;
  • Surat perintah perpanjangan penahanan (Tingkat penyidikan) dengan Nomor : B-102/P.4.32/Enz.1/09/2021, yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Takalar pada tanggal 13 September 2021 dengan berdasar pada permintaan perpanjangan penahanan dari POLRES TAKALAR;

6. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan terdahulu dalam kapasitas Pemohon sebagai saksi ataupun sebagai calon tersangka berdasarkan pada laporan polisi Nomor : LP/ 214/ IX/ 2021/ SPKT, tanggal 01 September 2021 terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I yang terjadi pada hari jumat tanggal 20 Agustus 2021, sekitar pukul 16.52 Wita di Jl. Abd. Wahab Dg. Ngerang, Kelurahan Pattallassang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar;

  1. Bahwa surat Perintah Penangkapan dan surat Perintah Perpanjangan Penangkapan dalam Pasal 16 KUHAP bertentangan dengan Pasal 19 ayat (1) KUHAP yang dilakukan oleh Termohon;

Termohon Tidak Cukup Bukti Dalam Menetapkan Pemohon Sebagai Tersangka--------------------------------------------------------------------------------------------

  1. Bahwa Termohon menetapkan pemohon sebagai Tersangka dalam  dugaan penyalahgunaan narkotika golongan I jenis shabu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) atau pasal 112 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana;
  2. Bahwa berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, frasa “ bukti permulaan  yang cukup“ dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan Pasal 184 KUHAP;
  3. Bahwa berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 21/PUU-XII/2014,  maka dapat dinyatakan  tidak sah   dan   tidak berdasar atas hukum;
  4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas tidak dapat dikatakan  Pemohon  dapat dikenakan Pasal-Pasal dalam dugaan tidak pidana narkotika, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) atau pasal 112 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,  seperti   halnya dilakukan Termohon kepada pemohon;

Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Kesewenang-wenangan Dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum --------------------------------------------------------------------------------------------------

  1. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia (HAM) sehingga asas hukum presumption of innosence atau asas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam konstitusinya (UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi ;
  2.  
  3. Bahwa sudah umum bila mana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakekatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai  hukum semenjak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara    berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan  berwibawa, sehingga aturan -aturan  itu  memiliki aspek yuridis yang  dapat menjamin  adanya  kepastian  bahwa  hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
  4. Bahwa sesuai dengan ulasan pemohon dalam permohonan A quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan permohonan praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyokyanya menurut pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  • keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan keputusan keputusan yang tidak sah;
  • keputusan yang tidak memnuhi persyaratan sebagaimana dimaksud  dalam Pasal  52  ayat  (1) huruf  b  dan  c  merupakan keputusan yang batal atau dapat dibatalkan;
  1. Bahwa berdasarkan ulasan mengenai sah dan  tidaknya  sebuah keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan dan  ditetapkan  oleh prosedur yang tidak benar maka Hakim Pengadilan Negeri Ternate yang memeriksa dan mengadili perkara A quo dapat menjatu hkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut  hukum;

 

 

  1. PETITUM
  2. ahwa berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Takalar yang  memeriksa  dan mengadili perkara A quo berkenaan memutus perkara ini sebagai berikut :

PRIMAIR :

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam Pasal 114 ayat (2) atau pasal 112 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka A quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemoh on oleh Termohon;
  4. Memerintahkan   kepada  Termohon  untuk  menghentikan  penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  5. Memerintahkan kepada Termohon  agar Pemohon dikeluarkan  dari rumah tahanan POLRES TAKALAR;
  6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;

SEKUNDER :

Atau Apabila majelis hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex auquo et bono)

Pihak Dipublikasikan Ya